Selasa, 29 Juni 2010

integral

INTEGRAL
INTEGRAL merupakan kebalikan dari differensial (anti differensial).
Jika turunan dari F(x) adalah f(x), maka :
 f(x) dx = F(x) + c  (c = konstanta)
Integral dapat digolongkan atas :

A. Integral tak tentu (Tanpa batas)
B. Integral tertentu (Dengan batas)

Integral Tak tentu
Integral adalah bentuk invers dari turunan. Secara umum jika sebuah fungsi diintegralkan terhadap variable tertentu dapat disajikan dalam bentuk :
Untuk menentukan integral dari suatu fungsi, secara umum dapat ditentukan dengan aturan :
Contoh :
Tentukan !

Jawab :

Sifat – sifat integral tak tentu
-
-
-
Integral tak tentu trigonometri
Untuk memahami integral tak tentu trigonometri , maka siswa harus dapat mengingat kembali turunan dari beberapa fungsi trigonometri
Jika f(x) = sin x maka f’(x) = cos x
Jika f(x) = cos x maka f’(x) = –sin x
Dari definisi turunan fungsi trigonometri tersebut dapat kita tentukan integral setiap fungsi trigonometri.


Untuk fungsi trigonometri yang lain mengikuti aturan sebagai berikut :


Integral Tentu
Integral tentu adalah proses pengintegralan yang digunakan pada aplikasi inetgral. Pada beberapa aplikasi integral dikenal istilah batas bawah dan batas atas sebuah integral, batas inilah yang kemudian menjadi ciri khas sebuah integral dinamakan sebagai integral tertentu. Sebab berbeda dengan integral tak tentu yang tidak memiliki batas, maka pada integral tertentu ada sebuah nilai yang harus disubtitusi yang menyebabkan tidak adanya lagi nilai C (konstanta ) pada setiap hasil integral dan menghasilkan nilai tertentu.
Secara umum integral tentu dari sebuah fungsi dengan batas tertentu dapat dirumuskan sebagai berikut :
Jika f kontinu pada [a,b], maka dengan F antiturunan sebarang dari f, yakni suatu fungsi sedemikian sehingga F’=f.



Contoh :
Tentukan
Jawab :

= 14 – 5 = 9
Sifat – sifat inegral tentu
- –
- –
- –
- –
- Contoh 1
Tentukan integral berikut !
a. b. Tentukan f(x) apabila diketahui f’(x) = 6x2 – 6x + 7 dan f(1) = 2
Jawaban :
a. =
b. f(x) = = 2x3 – 3x2 + 7x + C
f(x) = 2x3 – 3x2 + 7x + C
f(1) = 2(1)3 – 3(1)2 + 7(1) + C = 2
f(1) = 2 – 3 + 7 + C = 2
C = 2 – 6 = – 4
f(x) = 2x3 – 3x2 + 7x – 4
- Contoh 2
b. b.
Jawaban :
a. = (x2 + 6x) = { (3)2 + 6(3) } – { (1)2 + 6(1) } = 27 – 7 = 20
b. = tan x = tan – tan 0 = – 0 =
1. Pengertian

Bila suatu fungsi F(x) mempunyai turunan f(x), maka bila f(x) diintegrasikan pada selang (a, b) menjadi
a a
 c dx = c(x) = F(b) - F(a)
b b
2. Sifat

b b
a.  c dx = c(x) = c(b - c) c = konstanta
a a

b a
b.  f(x) dx = -  f(x) dx c = batas ditukar
a b

a
c.  f(x) dx = 0 c = batas sama
a

b a b
d.  f(x) dx =  f(x) dx +  f(x) dx c = ( a < c < b)
a b c
1. Luas daerah yang dibatasi oleh kurva

y = f(x)  0 (grafik di atas sumbu-x) ;
sumbu -x
garis x = a ; garis x = b
b
Luas =  f(x) dx = 0
a
2. Luas daerah yang dibatasi oleh kurva

x = g(y)  0 (grafik di kanan sumbu-y)
sumbu -y ;
garis y = c ; garis y = d
d
Luas =  g(y) dy = 0
c
b
3. Untuk y = f (x) < 0, maka  f(x) dx < 0
a
menyatakan luas daerah yang terletak di bawah sumbu x dibatasi oleh garis x = a ; a = b. Karena luas selalu positif, maka :

b b
Luas = -  f(x) dx = f(x) dx 
a a
4. Jika y = f (x) pada interval a < x < b grafiknya memotong sumbu-x, maka luasnya merupakan jumlah dari beberapa integral tertentu.

y = f(x) memotong sumbu x di c ; a < c < b
sumbu-x ;
garis x = a ; garis x = b
c b
Luas =   f(x) dx + f(x) dx
a c
5. Luas daerah yang dibatasi oleh kurva-kurva

y= f1(x) ; y=f2(x)
garis x = a ; garis x = b
b
Luas =  [f1(x) - f2(x)] dx a
6. Luas daerah yang dibatasi oleh kurva-kurva

Y = f1(x) Y = f2(x) yang berpotongan pada titik-titik yang berabsis c dan d
d
Luas =  [f1(x) - f2(x)] dx c
HAL KHUSUS

1. Untuk luas antara dua kurva (fungsi kuadrat dengan sumbu-x ; fungsi kuadrat dengan fungsi kuadrat atau fungsi kuadrat dengan fungsi linier dapat digunakan rumus:
Luas = DD atau Luas = ax1 - x2  3
6a2 6
Ket. :
D = Diskriminan hasil eliminasi kedua persamaan (yang tidak disederhanakan)
a adalah koefisien a² hasil eliminasi kedua persamaan.
x1 dan x2 adalah absis titik potong kedua kurva.

2. Luas antara parabola dengan sumbu-x.

Luas = 2/3 luas persegi panjang terkecil yang melingkupinya
= 2/3 (b-a)(c)


MATRIKS
DEFINISI
Matriks adalah susunan bilangan-bilangan yang diatur berdasarkan baris dan kolom.
A= a b c 
ttt d e f 
Bilangan-bilangan a,b,c,d,e,f disebut elemen-elemen matriks A

ORDO
ORDO suatu matriks ditentukan oleh banyaknya baris, diikuti oleh banyaknya kolom.
A= a b c 
ttt d e f  ordo matriks A2x3
Banyaknya baris = 2 ; baris 1 : a b c ; baris 2 : a b c
Banyaknya kolom = 3
kolom 1 :  a 
ttttttttttt d 
kolom 2 :  b 
ttttttttttt e 
kolom 3 :  c 
ttttttttttt f 
keterangan: A2,1 = elemen baris ke 2 ; kolom ke 1

MATRIKS SATUAN
adalah suatu matriks bujur sangkar, yang semua elemen diagonal utamanya adalah 1, sedangkan elemen lainya adalah 0.
Notasi : I (Identitas)
I2  1 0 
 0 1 
I3 =  1 0 1 
 0 1 0 
 0 0 1 


Sifat AI = IA = A

MATRIKS INVERS
Jika A dan B adalah matriks bujur sangkar dengan ordo yang sama dan AB = BA = 1, maka B dikatakan invers dari A (ditulis A-1) dan A dikatakan invers dari B (ditulis B-1).
Jika A =  a b  , maka A-1 = 1 =  d -b 
Jika A =  c d  , maka A-1 = ad - bc ttt  -c a 
• Bilangan (ad-bc) disebut determinan dari matriks A
• Matriks A mempunyai invers jika Determinan A ¹ 0 dan disebut matriks non singular.

Jika determinan A = 0 maka A disebut matriks singular.
Sifat A . A-1 = A-1 . A = I
Perluasan
A . B = I  A = B-1 B = A-1
A . B = C  A = C . B-1 B = A-1 . C
Sifat-Sifat
1. (At)t = A
2. (A + B)t = At + Bt
3. (A . B)t = Bt . At
4. (A-t)-t = A
5. (A . B)-1 = B-1 . A-1
6. A . B = C  |A| . |B| = |C|

Jika A2x2 =  a b  , maka determinan matriks A didefinisikan sebagai
Jika A2x2 =  c d 
+
|A| = ad - bc
- - -
Jika A3x3 =  a b c  a b
Jika A3x3 =  d e f  d e
Jika A3x3 =  g h i  g h
+ + +
maka determinan matriks A didefinisikan sebagai
|A| = aei + bfg + cdh - gec - hfa - idb
Keterangan:
Untuk menghitung determinan A3x3 dibantu dengan menulis ulang dua kolom pertama matriks tersebut atau cara ekspansi baris pertama.
|A| =a e f  - b  d f + c  d e  = aei-afh-bdi+bfg+cdh-cge
 h i  g i   g h 
Dua matriks A dan B terdefinisi untuk dikalikan, jika banyaknya kolom A = banyaknya baris B, dengan hasil suatu matriks C yang berukuran baris A x kolom B
hasil

A m x n x B n x p = C m x p

Aturan perkalian
Yaitu dengan mengendalikan baris-baris A dengan kolom-kolom B, kemudian menjumlahkan hasil perkalian itu.
Contoh :
1.
A=  a b 
 c d 
dan B =  x 
 y 


A x B =  a b 
 c d 
 x 
 y   ax + by 
 cx + dy 


2.
 a b c   x 
 y 
 z 
=  ax + by + cz 

1 x 3 3 x 1 1 x 1

3.
 a b c 
 d e f 
 x 
 y 
 z 
=  ax + by + cz 
 dx + ey + fz 


2 x 3 3 x 1 2 x 1

Ket :
perkalian matriks bersifat tidak komutatif (AB  BA) tetapi bersifat asosiatif (AB)C = A(BC).
PENJUMLAHAN MATRIKS

Jumlali dua matriks A dan B (ditulis A + B) adalah matriks yang didapat dengan menjumlahkan setiap elemen A dengan elemen B yang bersesuaian (A dan B harus berordo sama).
A

+ B

= A + B
 a b 
 c d 
 p q 
 r s   a + p b + q 
 c + r d + s 

PENGURANGAN MATRIKS
Pengurangan matriks A dan B, dilakukan dengan menjumlahkan matriks A dengan matriks negatip B.
A - B = A + (-B)
A

- B

= A - B
 a b 
 c d 
 p q 
 r s   a - p b - q 
 c - r d - s 

PERKALIAN MATRIKS DENGAN SKALAR
Jika k suatu skalar dan A suatu matriks, maka kA adalah matriks yang diperoleh dengan mengalikan setiap elemen A dengan k.
A =  a b 
 c d 
 k A =  ka kb 
 kc kd 

MATRIKS BUJUR SANGKAR
Banyaknya baris dan kolom matriks adalah sama
A= a b 
ttt c d  A berordo 2

KESAMAAN MATRIKS
Dua matriks A dan B dikatakan sama (ditulis A = B), jika
a. Ordonya sama
b. Elemen-elemen yang seletak sama
A B
 4p+q2 =  4 2 
 5p+q 5  7 q+3
q + 3 = 5 q =2
5p + q = 7  p = 1

MATRIKS TRANSPOS
_
Transpos dari suatu matriks A (ditulis A atau A' atau At) adalah matriks yang elemen barisnya adalah elemen kolom A, dan elemen kolomnya adalah elemen baris A.
A= a b c 
ttt d e f  2x3
At =  a d 
 b e 
tt t  c f  3x2


LINEAR
ax + by = p ditulis
cx + dy = q

A X B

 a b   x  =  p 
 c d   y  =  q 
AX = B , maka X = A-1 . B
1. Cara Matriks

 x  = 1 =  d -b   p 
 y  ad - bc  -c a   q 

2. Cara Determinan = =
x = Dx  p b 
 q d  Dy  a p 
 c q 
————— = —————— ; y = ———— = ——————
D  a b 
 c d  D  a b 
c d 



DEFERENSIAL
Differensial (turunan) fungsi y = f(x) terhadap x didefinisikan sebagai :

dy = l i m f(x + x) - f(x)
dx x  0 x

(Perbandingan perubahan y yang disebabkan karena perubahan x, untuk perubahan x yang kecil sekali)

Notasi lain : df/dx = f`(x) ; y`

RUMUS - RUMUS
1. FUNGSI ALJABAR
y = xn  dy/dx = nxn-1 2. FUNGSI TRIGONOMETRI
y = sin x  dy/dx = cos x
y = cos x  dy/dx = - sin x
y = sin x  dy/dx = sec²x
Sifat - sifat :

1. y = c (c=konstanta)  dy/dx = 0

2. y = c U(x)  dy /dx = c . U`(x)

3. y = U(x) ± V(x)  dy /dx = U`(x) ± V`(x)

4. Bentuk perkalian
y = U(x) . V(x)  dy/dx = U`(x).V(x) + U(x).V`(x)

5. Bentuk pembagian
y = U(x)  dy = U`(x).V(x) - U(x).V`(x)
V(x) dx (V(x))²

6. Bentuk rantai
y = f(U) dan U = g(x)  dy/dx = dy/du .du/dx

y = (ax + b)n
dy/dx = n(ax+b)n-1(a)

y = sin (ax + b)
dy/dx = (a) cos (ax+b)

y = sinn (ax + b)
dy/dx = n sinn-1(ax+b) [a cos (ax+b)]

Ket : Untuk menyelesaikan persoalan, sifat dan rumus-rumus ini dikombinasikan
. MENENTUKAN KOEFISIEN ARAN GARIS SINGGUNG
(Gradien) di titik (x1y1) pada kurva y = f(x)

m = f`(x1)

f`(x1) berarti nilai turunan f(x) pada titik dengan absis x = x1,

Ket :
Khusus untuk jenis fungsi kuadrat. Jika titik tidak terletak pada grafik, maka gradien garis singgungnya dimisalkan dengan m yang dicari dengan menggunakan persamaan garis y - y1 = m (x - x1) disinggungkan dengan persamaan kurva y = f(x) dengan syarat D = 0 (D = diskriminan dari hasil eliminasi kedua persamaan)
2. MENENTUKAN MONOTON FUNGSI

• Fungsi y = f(x) monoton naik pada suatu interval,
jika pada interval itu berlaku f'(x) > 0

• Fungsi y = f(x) monoton turun pada suatu interval,
jika pada interval itu berlaku f'(x) < 0
3. MENENTUKAN TITIK STASIONER

Fungsi y = f(x)  Syarat stasioner f'(x) = 0

JENIS - JENISNYA

STASIONER :

MAKSIMUM
Syarat : f`(x) = 0  x = x0; f'' (x0) < 0  Titik maksimum (xo, f(xo))

MINIMUM
Syarat : f '(x) = 0  x = x0; f'' (x0) > 0 Titik Minimum (xo, f(xo))

BELOK
Syarat : f '(x) = 0  x = x0; f'' (x0) = 0 Titik belok (xo, f(xo))

Nilai Stasioner adalah nilai fungsi di absis titik stasioner

Keterangan :
1. Untuk menentukan jenis jenis titik stasioner dapat juga dicari dengan melihat perubahan tanda disekitar titik stasioner.
Langkah :
a. Tentukan absis titik stasioner dengan syarat f '(x) = 0 x = xo
b. Buat garis bilangan f '(x)
c. Tentukan tanda-tanda disekitar titik stasioner dengan mensubstitusi sembarang titik pada f '(x)
d. Jenis titik stasioner ditentukan oleh perubahan tanda di sekitar
titik stasioner.

ket : f`(x) > 0 grafik naik
f`(x) > 0 grafik turun

2. Nilai maksimum/minimum suatu fungsi dalam interval tertutup didapat dari nilai stasioner fungsi dalam interval itu atau dari nilai fungsi pada ujung - ujung interval
4. MASALAH FISIKA

Jika S(t) = Jarak (fungsi waktu)
V(t) = Kecepatan (fungsi waktu)
a(t) = Percepatan (fungsi waktu)
t = waktu

maka V = dS/dt dan a = dV/dt

5. MENYELESAIKAN MASALAH LIMIT

DALIL L'Hospital

Jika fungsi-fungsi f dan g masing-masing terdifferensir pada x = a dan f(a) = g(a) = 0 atau f(a) = g(a) =  sehingga :

lim f(x) = 0 atau lim f(x) = , maka
xa g(x) 0 xa g(x) 

lim f(x) = lim f`(x) = , maka
xa g(x) xa g`(x) 

Tidak ada komentar: